Kokdu : Season of Deity Eps 4 Part 1

Tentangsinopsis.com – Sinopsis Kokdu : Season of Deity Episode 4 Part 1, Cara pintas untuk menemukan spoilers lengkapnya ada di tulisan yang ini.baca episode sebelumnya DISINI.

Gye Jeol kaget mendengar Kokdu menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan ibunya dulu. Gye Jeol pun tanya, apa Kokdu mengenal ibunya. Kokdu bilang, dia mengenal ibu Gye Jeol sangat baik.

Kita ditunjukkan flashback, saat Gye Jeol menunggu ibunya di tepi jalan.

Tak lama kemudian, dia melihat ibunya di seberang jalan.

Ibu Gye Jeol baru pulang bekerja. Dia gembira melihat Gye Jeol menjemputnya.

Ibu Gye Jeol pun menyebrang. Tapi tiba-tiba, sebuah mobil datang dan menabrak ibu Gye Jeol. Mobil itu kemudian kabur setelah menabrak ibu Gye Jeol. Gye Jeol terkejut dan berlari mendekati ibunya. Ibu Gye Jeol meninggal di tempat.

Gye Jeol nangis karena ibunya tidak sadarkan diri.

Terdengar narasi Kokdu.

Kokdu : Suara yang paling dirindukan menuntun mereka ke jalan orang mati. Wajah yang paling dirindukan menuntun mereka ke jalan orang mati.

Gye Jeol menuntun ibunya ke jalan kematian.

Narasi Kokdu : Mimpi orang mati, yang tidak bisa mereka tinggalkan.

Di jalan kematian, Kokdu memimpin orang2 yang sudah mati. Dua roh mengamuk pada Kokdu, karena tak ingin berada di sana. Kokdu pun jongkok, karena mendengar suara-suara lagi. Lalu dia melihat ibu Gye Jeol datang dengan penuh senyuman.

Kokdu terdiam memandangi ibu Gye Jeol yang berjalan ke arahnya sambil bernyanyi.

Tapi yang dilihat ibu Gye Jeol adalah Gye Jeol, bukan Kokdu.

Ibu Gye Jeol memeluk Gye Jeol.

Ibu Gye Jeol : Gye Jeol-ah.

Kokdu : Aku sudah lama memimpin orang mati hingga tidak ingat, tapi ini kali pertamaku menerima hadiah dari orang mati.

Ibu Gye Jeol terkejut dan melepas pelukannya. Kokdu lantas berdiri, diikuti oleh ibu Gye Jeol.

Ibu Gye Jeol tak mengerti.

Ibu Gye Jeol : Apa maksudmu orang mati?

Ibu Gye Jeol lantas menatap sekelilingnya dan sadar dia ada dimana.

Kokdu : Aku akan memberimu sesuatu sebagai imbalan atas hadiahnya. Katakan apa pun yang kau inginkan. Kau ingin jalan menuju neraka menjadi cerah? Atau kau mau aku mengakhiri siklus reinkarnasimu menjadi manusia? Hidup sebagai angin, bebas dari tubuh, tidak terlalu buruk.

Ibu Gye Jeol : Kalau begitu, boleh aku membuat permohonan untuk putriku, bukan aku?

Kokdu : Putrimu?

Ibu Gye Jeol : Jika kau bertemu putriku, tolong manjakan dia untukku. Apa pun yang dia minta, tolong lakukan.

Kokdu : “Manjakan dia?” Namun, dia pasti sudah mati saat bertemu denganku.

Ibu Gye Jeol : Memikirkan dia dewasa terlalu cepat karena kehilangan ibunya terlalu cepat menghancurkan hatiku. Entah di akhirat atau dunia manusia, kuharap ada seseorang yang melakukan segalanya seperti seorang ibu setidaknya sekali dalam hidup putriku.

Kokdu : Baik. Aku berjanji. Saat bertemu dengannya, aku akan melakukan apa pun yang dia minta.

Ibu Gye Jeol : Benarkah? Kau akan melakukan apa pun, bukan?

Kokdu : Jangan khawatir. Dewa tidak bisa melanggar janjinya, bahkan janji yang mereka buat.

Flashback end….

Kokdu bilang, dia sudah lama mengenal Gye Jeol dan ibu Gye Jeol.

Gye Jeol : Namun, kau bilang tidak. Kali terakhir aku bertanya, kau jelas bilang tidak.

Kokdu : Do Jin Woo tidak tahu sejarah semua takdir. Hanya Kokdu yang tahu. Jung In Joo. Lahir pada tahun 1964 di Tahun Naga. Meninggal pada usia 37 tahun.

Gye Jeol : Kau sungguh mengenal ibuku? Bagaimana bisa? Di mana kau bertemu dengannya?

Kokdu : Di jalan yang akan diambil semua orang saat mereka pergi.

Gye Jeol : “Jalan”? Kau pasti sakit saat masih kecil. Ibuku seorang paramedis. Bukankah kau bertemu dengannya karena kau jatuh sakit?

Kokdu : Aku memang bertemu dengannya saat aku tidak sehat. Aku selalu menderita di jalan itu. Pada saat-saat terakhir, manusia tanpa malu melepaskan kebencian mereka. Jadi, ibumu aneh. Aku tahu banyak yang mau dia bilang. Namun, dia hanya terus bernyanyi.

Gye Jeol : Kau cengeng sekali, ya?

Kokdu : “Cengeng?” Kau bahkan tidak bisa membayangkan betapa sakitnya itu.

Gye Jeol : Benar. Jika kau bilang begitu. Semua anak seperti itu. Serpihan kayu cukup untuk membuat mereka menangis.

Kokdu : “Anak-anak?” Astaga.

Gye Jeol : Aku juga seperti itu. Entah apa karena rasa sakitnya atau karena aku terluka, tapi aku tidak bisa berhenti menangis. Saat aku terus merengek, ibuku menyanyikan sebuah lagu. Lalu untuk alasan yang aneh, lagunya membuatku merasa tenang dan membantuku tertidur. Kau pasti sangat cengeng sampai ibuku menyanyikan lagu untuk menenangkanmu.

Kokdu : Jadi, ibumu. Dia menenangkanku.

Gye Jeol : Ibuku. Bukankah dia cantik?

Kokdu : Kalian berdua mirip. Aku bisa melihatnya sekarang.

Gye Jeol : Astaga. Aku putri sulung, jadi, aku mirip ayahku. Aku pasti cantik jika mirip ibuku.

Kokdu : Kau harus bersyukur. Hal-hal indah menghilang dengan cepat. Hal-hal buruk bertahan lama. Kau akan berumur panjang. Kau bahkan bisa mencetak rekor.

Gye Jeol : Terima kasih untuk itu. Kautahu, aku ingin hidup sampai usia yang hebat. Aku tidak mau mati setelah satu musim yang indah seperti ibuku. Karena mereka yang ditinggalkan menderita untuk waktu yang lama.

Kokdu : Apa yang harus diderita? Melupakan adalah kekuatan manusia dan satu-satunya hak istimewa. Lupakan saja sesukamu.

Gye Jeol : Terima kasih.

Kokdu : Untuk apa? Menyuruhmu melupakan?

Gye Jeol : Karena mengingatnya. Karena bertemu ibuku, mengingatnya, dan membicarakannya denganku. Terima kasih.

Sekarang, Kokdu dan Gye Jeol di perjalanan. Gye Jeol menyetir.

Gye Jeol : Keren sekali. Aku tidak memercayai perkataanmu. Ini pasti takdir.

Kokdu : Aku meragukan itu. Lagu itu seperti tetesan hujan yang manis setelah kekeringan, dan aku agak mabuk karena itu. Jika harus kukatakan, kau seperti kecelakaan mabuk yang disebabkan oleh hujan itu.

Gye Jeol : Yang benar saja! Bagaimana kau bisa bilang begitu kepada seseorang? Kalau begitu, katakan. Jika ini bukan takdir, menurutmu apa yang takdir, Kokdu?

Kokdu : Seol Hee.

Gye Jeol : “Seol Hee?” Maksudmu, satu-satunya penyelamatmu? Aku jadi ingat, kau sudah menemukannya?

Kokdu : Kukira begitu. Karena aku yakin hanya ada satu wanita yang bisa mengendalikanku. Namun, aku tidak tahu bahwa aku terjebak dalam perangkapku sendiri.

Gye Jeol : Kau bahkan tidak ingat wajahnya. Bagaimana kau bisa yakin aku bukan dia?

Kokdu : Haruskah kita memastikannya sekarang juga?

Gye Jeol : Bagaimana caranya?

Kokdu : Mari berciuman.

Gye Jeol kaget, saking kagetnya, dia sampai tersedak.

Gye Jeol : Apa?

Gye Jeol salah tingkah. Gye Jeol yang salting, menyalakan radio, tapi malah mendengar berita.

“BPOMK mengumumkan bahwa pasien keracunan makanan meningkat dan disarankan untuk berhati-hati dalam menyantap makanan. Berita selanjutnya. Geng Beruang Hitam, organisasi perdagangan narkotika terbesar di negara ini, kabur melalui pengepungan polisi. Dalam prosesnya, dua petugas polisi terbunuh, dan lebih dari selusin terluka parah. Semalam sekitar pukul 23.00…”

Kokdu melihat jam di radio Gye Jeol. Jam 21.21. Dia panic dan celingukan.

Asap hitam keluar dari saluran pendingin mobil Gye Jeol. Bisikan itu datang lagi.

Bisikan : Matilah! Matilah!

Kokdo menutup kedua telinganya dan menyuruh Gye Jeol menghentikan mobil.

Gye Jeol heran, apa?

Kokdu : Hentikan mobilnya! Kau tidak mendengarku?

Gye Jeol : Ada apa, Kokdu? Kau sakit?

Gye Jeol coba menyentuh Kokdu tapi Kokdu menepis tangan Gye Jeol. Gye Jeol yang posisinya menyetir, langsung oleng saat Kokdu menepis tangannya. Gye Jeol baru berhenti setelah menabrak seseorang.

Gye Jeol terkejut melihat seseorang terkapar di depan mobilnya.

Dia keluar tapi orang itu sudah tidak ada. Dia heran dan menghubungi petugas.

Gye Jeol : Aku mengalami kecelakaan. Kurasa aku menabrak seseorang, tapi korbannya menghilang. Ini di dekat Gwaebangsan. Cepatlah datang.

Gye Jeol kembali ke mobil.

Gye Jeol : Kokdu, kau juga melihatku menabrak seseorang, bukan?

Dia kaget Kokdu sudah menghilang.

Seorang pria digebukin Geng Beruang Hitam.

Lalu pria di kapal, memanggil mereka. Pria itu bilang, mereka harus segera pergi.

Si ketua geng marah dan mencengkram pria yang dipukulinya.

Ketua genk : Dasar bedebah gila. Beraninya kau melaporkanku ke polisi?

Pria yang sudah babak belur itu berkata, polisi akan segera datang.

Ketua geng : Aku akan meninggalkan negara ini sekarang.

Ketua geng hendak menusuk pria itu, tapi kemudian Kokdu datang.

Ketua geng menjatuhkan pria itu dan menunjuk Kokdu dengan pisaunya.

Ketua geng : Siapa bedebah itu?

Anak buah si ketua geng mengeluarkan pisau, mau menusuk Kokdu. Tapi Kokdu dengan kekuatannya, membuat tangan si anak buah yang memegang pisau, mengarah ke leher si ketua geng.

Si ketua geng marah, apa kau gila?

Anak buah si ketua geng yang lain, berlari ke Kokdu sambil membawa pisau tapi Kokdu dengan kekuatannya, melemparkan pisau itu ke arah anak buah yang mengarahkan pisau ke ketua geng. Dia tertusuk. Lalu Kokdu juga menusuk anak buah ketua geng yang satu lagi.

Si ketua geng bukan takut, malah mendekati Kokdu. Dia menyerang Kokdu dengan pisaunya tapi Kokdu berpindah ke belakangnya. Si ketua geng kembali menyerang Kokdu, namun Kokdu pindah lagi ke belakang si ketua geng. Si ketua geng berbalik dan terkejut melihat Kokdu sedekat itu dengannya.

Kokdu lalu mencekik dan mengangkat ketua geng tinggi2.

Si ketua geng muntah darah.

Tak lama kemudian, dia tewas dengan wajah membeku dan mulut berdarah.

Usai membunuh si ketua geng, Kokdu nangis.

Kokdu lalu menyendiri di depan pantai di dekat rumahnya.

Kokdu marah, aku muak dengan ini. Jika kau ingin membunuh mereka, bunuh saja sendiri! Atau bunuh saja aku!

Kokdu berteriak, lampu di sekitar Kokdu langsung padam.

Ok Shin lagi memilih2 daging. Dia di toko daging dengan Gak Shin.

Ok Shin : Daging terasa paling enak saat meneteskan darah.

Ok Shin pun kesal karena harus memilih daging yang bersih.

Ok Shin : Aku harus melakukan ini. Lalu kenapa jika kualitasnya bagus? Karena Kokdu yang rewel itu, kita harus memasaknya sampai matang.

Gak Shin : Dia melihat darah setiap malam. Apa dia mau melihat darah lagi Bayangkan betapa jijiknya dia. Meski tidak nyaman, tahanlah. Kutukan Kokdu akan segera hilang, jadi, kau bisa memanggang daging sesukamu.

Gak Shin mendorong troli dan pergi mencari bahan masakan yang lain.

Ok Shin masih ngedumel, yang benar saja. Seolah-olah itu akan segera terjadi.

Gak Shin : Kutukannya hanya akan terangkat jika Han Gye Jeol bilang dia cinta.

Ok Shin : Itu tidak akan mudah.

Gak Shin : Aku mencintaimu.

Ok Shin : Kau mengungkapkan cintamu kepada siapa sekarang?

Gak Shin : Apa menurutmu akan sulit mendengar Han Gye Jeol mengatakan ini? Jika sesulit itu, bagaimana orang bisa punya anak?

Ok Shin : Sejujurnya, Kokdu bukan pria biasa. Kepribadiannya buruk dan dia melakukan pembunuhan setiap hari. Apa kau bisa mengatakan “Aku mencintaimu” dengan mudah?

Gak Shin : Kepribadian Kokdu tidak seburuk itu.

Ok Shin : Kau hanya memedulikan wajah seseorang. Sadarlah.

Gak Shin : Dia kelelahan karena membunuh. Sejujurnya, jika dia orang jahat, apa dia akan semenderita itu? Dia akan membunuh demi kesenangan, alih-alih berpikir untuk mengangkat kutukan itu. Namun, dia lebih baik mati daripada membunuh orang. Kenapa dia bukan orang baik?

Gak Shin menaruh sampanye di dalam troli.

Dan sampanye yang sama, lagi dipecahkan Kokdu. Kokdu tertawa keras usai memecahkan sampanye. Di sekitarnya, banyak sampanye-sampanye yang melayang. Kokdu minum sambil tertawa.

Ok Shin dan Gak Shin pulang.

Kokdu senang, k kembali. Bukankah ini cantik?

Kokdu menunjukkan hasil karyanya yang tengah melayang2.

Ok Shin merengek melihat miras2nya melayang2 di langit.

Ok Shin : Romanee Conti… Itu mahal. Jangan yang itu. Kumohon. Berikan kepadaku, ya?

Ok Shin berusaha menggapai mirasnya, tapi Kokdu malah meninggikan botol miras Ok Shin.

Ok Shin makin sewot, berhentilah bermain-main! Apa yang harus kulakukan? Kumohon, Kokdu. Maafkan aku.

Ok Shin manjat meja buat ngambil mirasnya.

Kokdu menjentikkan jarinya. Mirasnya seketika jatuh.

Ok Shin : Ini 20.000 dolar!

Kokdu ketawa.

Ok Shin yang kesal, memukul Kokdu.

Kokdu : Kenapa kau memukulku? Apa salahku?

Kokdu berdiri, mereka yang salah. Kalian. Hanya karena aku membuatmu jatuh, bagaimana kau bisa jatuh? Seharusnya kau belajar terbang.

Ok Shin : Itu omong kosong. Bagaimana mereka bisa belajar terbang?

Kokdu : Benar. Itu omong kosong. Jika seseorang membuatmu jatuh, kau harus jatuh. Beraninya mereka terlalu berharap. Mereka bilang jatuh bisa mengajarimu terbang. Mengajarinya terbang apanya?

Kokdu inget kata2 Gye Jeol soal ‘terbang’.

Kokdu : Dia hampir tidak bisa terbang berkat aku.

Gak Shin : Apa terjadi sesuatu?

Kokdu : Han Gye Jeol bukan Seol Hee.

Ok Shin : Apa maksudmu? Kau bilang kau yakin.

Kokdu : Tuan Dewa pasti mempermainkanku lagi.

Ok Shin : Kenapa Tuan Dewa repot-repot melakukan itu? Dia menunggumu dibebaskan dari penderitaanmu.

Kokdu : “Dibebaskan”? Itu tidak mungkin terjadi. Itu hanya wortel yang dia berikan untuk menyiksaku. Dia ingin aku berharap sambil melihat wortel itu dan berlari tanpa henti. Dia tahu aku akan lebih menderita seperti itu. Jadi, aku memutuskan untuk hidup dalam keputusasaan.

Gak Shin : Kenapa kau bilang begitu? Jangan lakukan ini.

Kokdu : Aku tidak akan melakukan apa pun. Yang diinginkan Tuan Dewa mulai sekarang. Katanya tidak ada dewa yang tahan berada dalam keputusasaan seseorang. Namun, satu dewa sedang putus asa. Aku tidak akan bertemu Tuan Dewa sekarang.

Kokdu yang mabuk, lantas pergi.

Gye Jeol di balkon rumahnya, celingukan, mencari seseorang. Tak jauh di depan Gye Jeol, ada mercusuar merah tempat Kokdu biasa berdiri. Dia lalu kecewa dan duduk membelakangi balkon. Sepertinya, Gye Jeol lagi menunggu Kokdu tapi Kokdu nya gak datang.

Gye Jeol : Aku tidak bisa tinggal di sini, bukan? Aku tidak boleh terbiasa menerima sesuatu, bukan? Aku tahu itu, tapi aku ingin dimanjakan. Dia bahkan bukan Ibu.

Gye Jeol lalu mendengar bunyi. Dia pikir itu Kokdu, makanya dia berlari dengan semangat ke pagar sambil memanggil nama Kokdu, tapi begitu pagar dia buka, yang datang malah Bu Moon, bukan Kokdu.

Gye Jeol heran, Bu Moon.

Bu Moon : Kokdu apa?

Paginya, Gye Jeol dengan wajah sumringah mengendarai vespa pink nya.

Kokdu masih tidur.

Tak lama, ponsel Kokdu berbunyi. Telepon dari Gye Jeol.

Kokdu : Astaga, berisik sekali.

Kokdu dengan mata tetap terpejam, menggapai ponselnya. Maksud hati mau me-reject panggilan Gye Jeol, tapi Kokdu malah menjawabnya.

Gye Jeol : Kokdu-ssi.

Kokdu : Aku yakin sudah mematikannya. Kenapa tidak berfungsi?

Gye Jeol : Ayolah, matahari sudah terbit berjam-jam. Bangun.

Kokdu seketika bangun.

Kokdu kesal sendiri, kecelakaan mabuk sialan itu. Aku harus berhenti minum.

Gye Jeol : Ada yang ingin kukatakan. Bisakah kau datang ke klinik?

Kokdu : Tidak ada yang ingin kukatakan. Aku tidak mau datang!

Gye Jeol : Sampai jumpa 20 menit lagi!

Gye Jeol mutusin panggilan.

Kokdu kesal, astaga, Han Gye Jeol. Kenapa dia sombong sekali? Tidak. Astaga!

Kokdu memegangi kepalanya. Dia gak mau datang tapi gak bisa nolak perintah Gye Jeol.

Gye Jeol lagi bersih-bersih plang RS. Seketika Kokdu muncul disampingnya. Kokdu menatapnya dengan wajah galak. Gye Jeol kaget Kokdu tahu2 udah muncul disampingnya.

Gye Jeol : Apa yang kau lakukan?

Kokdu : Kenapa kau meneleponku? Langsung ke intinya saja. Aku sibuk.

Gye Jeol melepas sarung tangannya. Dia menggantung sarung tangannya di pagar dan masuk.

Kokdu : Kau mau ke mana?

Gye Jeol : Ayo masuk dahulu. Mari bicara di dalam.

Kokdu ngomel, kau tidak tahu arti “langsung ke intinya”? Itu artinya aku tidak mau masuk!

Lah tapi kaki Kokdu malah melangkah ke dalam. Kokdu makin sewot.

Kokdu : Kita juga bisa bicara di luar!

Kokdu tiba di pintu dan menatap galak Gye Jeol.

Kokdu : “Singkat dan langsung!” Kautidak belajar bahasa Korea di sekolah?

Kokdu menutup pintu.

Gye Jeol : Dia mendengarkan dengan baik.

Gye Jeol masuk.

Gye Jeol : Kausangat baik dan lembut. Kenapa kau melakukan itu kemarin?

Kokdu : Ada apa dengan kemarin?

Gye Jeol : Maksudku, itu sudah larut malam. Kenapa kau meninggalkan seorang gadis sendirian? Bagaimana jika terjadi sesuatu?

Kokdu : Jika kau bersamaku, sesuatu benar-benar akan terjadi. Kau pikir mudah menahan diri selarut itu. Kau harus bersyukur.

Gye Jeol nya berubah vulgar, menggoda Kokdu. Dia menyilangkan kedua tangannya ke dadanya.

Gye Jeol : Apa yang akan terjadi? Apa yang kau tahan?

Kokdu panik sendiri, pikiranmu kotor.

Gye Jeol sewot, hei, ayolah. Apa menyenangkan mempermainkanku?

Kokdu : Ini tidak menyenangkan! Sudah kubilang langsung ke intinya saja! Kenapa kau memperpanjang masalah? Kau tidak tahu makin lama bicara, hidupmu makin singkat?

Gye Jeol : Entahlah. Sesingkat apa pun hidupku, aku masih punya 10 tahun lagi.

Kokdu : Kenapa?

Gye Jeol nunjukin cek ke Kokdu.

Gye Jeol : Aku membayar sewa untuk 10 tahun ke depan. Aku tidak boleh menyia-nyiakan uangku.

Kokdu : Apa? Kapan kau membayarnya?

Gye Jeol : Ini. Ini 100.000 dolar. Bu Moon meminjamkannya kepadaku.

Kokdu : Bagus sekali. Orang menyedihkan harus saling membantu. Senang melihatnya. Kalau begitu, aku pergi.

Gye Jeol : Kokdu-ssi, kau kesal padaku?

Kokdu : “Kesal?” Aku? Kenapa?

Gye Jeol : Karena aku tidak bilang akan memacarimu.

Kokdu : Tidak, itu kesalahpahaman.

Gye Jeol : Ini kesalahpahaman besar. Tidak. Kau memberiku uang dan klinik, bahkan menunjukkan bukti bahwa kita ditakdirkan bersama. Kau sudah berusaha semampumu. Namun, aku mengabaikannya, jadi, kau pasti kesal. Aku benar, bukan?

Kokdu : Apa yang kulakukan?

Gye Jeol : Aku juga wanita. Tidak mudah bagiku untuk membahasnya lebih dahulu.

Kokdu : Jangan lakukan jika itu sulit.

Gye Jeol : Hidup terlalu singkat, bahkan untuk hal yang mudah. Namun, aku sudah memutuskan.

Kokdu : Sudah kubilang jangan! Kau tidak mendengarku? Apa pendengaranmu rusak sebelah?

Gye Jeol : Mari kita berhubungan singkat.

Kokdu : Hubungan apa?

Gye Jeol : Hubungan singkat. Mari saling mengenal perlahan.

Kokdu : Sudah kubilang waktuku di kehidupan ini sangat singkat.

Gye Jeol : Aku tidak akan lama. Aku berjanji.

Kokdu jadi pusing sendiri. Kokdu yang kesal, melangkah ke pintu tapi Gye Jeol menyuruhnya berhenti dan dia langsung nurut.

Gye Jeol : Karena kita berhubungan singkat, tidak bisakah kau membantuku?

Kokdu : Dengan apa?

Gye Jeol : Maksudku, aku harus melapor ke pusat kesehatan publik dan membeli papan nama. Aku tidak boleh membiarkan klinik kosong terus. Tolong jaga kliniknya untukku.

Kokdu : Apa? Apa yang bisa dicuri di sini?

Gye Jeol : Hanya seseorang menyiapkan peralatan semahal itu. Kau pasti sangat ingin membuatku terkesan.

Kokdu pun mau menghilangkan diri. Tapi gak bisa.

Terpaksalah Kokdu menjaga rumah sakit.

Malamnya, Gye Jeol baru balik.

Setelah Gye Jeol datang, Kokdu langsung pergi.

Gye Jeol : Sampai jumpa besok!

Kokdu : Sial!

Besoknya, para petugas lagi memasang papan nama di klinik baru Gye Jeol sesuai instruksi Gye Jeol. Kliniknya diberi nama Klinik Feiben. Sementara Kokdu terus memandangi Gye Jeol dari jarak dekat.

Petugas selesai memasang.

Gye Jeol terdiam menatap Gye Jeol yang lagi memandanginya.

Kokdu : Aku sudah mengawasi tempat ini, jadi, aku sudah selesai, bukan?

Gye Jeol : Tunggu.

Gye Jeol memberikan Kokdu kartu namanya.

Gye Jeol : Aku ingin memberikannya kepadamu dahulu. Apa karena kau Tuan Dewa?

Kokdu : Aku tidak akan pernah bisa menjadi Tuan Dewa. Aku tidak bisa memberi siapa pun penebusan.

Gye Jeol : Lihat saja nanti. Kau akan segera diampuni.

Sekarang, Gye Jeol di perjalanan sama Kokdu. Gye Jeol membonceng Kokdu dengan vespanya. Kokdu nya teriak2 karena Gye Jeol ngebut.

Kokdu : Inikah yang kau sebut penebusan? Benarkah?

Gye Jeol : Tentu saja! Ada pasien yang menginginkan perawatan kita. Itulah yang kusebut penebusan.

Kokdu : Namun, kenapa aku harus ikut?

Gye Jeol : Aku belum mempekerjakan perawat. Pegang saja kateter urinenya.

Kokdu nya kaget disuruh pegang kateter.

Dia teriak, kateter urine!

Saat makan malam, Kokdu nyuruh Gak Shin kerja sebagai perawat.

Gak Shin kaget, apa? Tidak mungkin. Perawat? Kenapa aku harus bekerja di usiaku ini? Hukum menyatakan warga negara wajib bekerja hanya sampai usia 65 tahun. Aku tidak bisa. Aku menganggap hukum dengan sangat serius.

Kokdu menatap pisau makannya.

Kokdu : Jika kau ingin mengikuti hukum manusia, aku harus menghormati keputusan itu.

Gak Shin : Terima kasih.

Kokdu : Namun, di rumahku, kau harus mengikuti hukumku.

Gak Shin : Apa?

Kokdu : Naiklah. Kau melihat Ok Shin melakukannya, jadi, aku yakin kau tahu harus apa.

Gak Shin : Tuan Kokdu! Kenapa kau melakukan ini kepadaku? Namun… Benar juga. Kau mungkin tidak tahu, tapi di kehidupan ini, aku telah menjadi Dewa Gosip, Youtuber yang sangat terkenal. Aku bahkan dapat tombol emas. Aku sangat terkenal sampai tidak bisa bekerja di sembarang tempat. Sayang sekali.

Ok Shin : Dia memakai topeng karena tidak ingin menunjukkan wajahnya. Tidak ada yang mengenalinya.

Gak Shin sewot, dasar bedebah gila.

Kokdu : Tentu, jika Gak Shin ingin menjadi Youtuber, aku juga harus menghormatinya. Namun, kau akan menjadi perawat, apa pun yang terjadi. Itu karena kau akan bergantung di langit-langit sampai memohon untuk jadi perawat.

Besoknya, Gak Shin pergi melamar pekerjaan dengan pakaian tidak biasa. Dia yakin banget Gye Jeol gak bakal menerimanya karena pakaiannya tapi Gye Jeol malah bilang Gak Shin lolos.

Gye Jeol : Kenapa aku lolos padahal kau tidak menanyakan apa pun? Setidaknya kau harus melihat resumeku.

Gye Jeol membaca CV Gak Shin.

Gye Jeol : Nona Seo Bok Kyung. Kau tidak punya catatan pekerjaan.

Gak Shin : Tidak.

Gye Jeol : Aku belum pernah melihat orang yang belum pernah bekerja setelah mendapatkan lisensi perawat.

Gak Shin : Jadi, aku tidak boleh bekerja di sini, bukan?

Gak Shin mau pergi tapi dihalangi Gye Jeol.

Gye Jeol : Tidak! Tentu saja tidak. Kau bisa belajar. Ya, kau akan cepat belajar karena kita harus melakukan semua sendiri.

Gak Shin : Kalau begitu, ini syaratku. Aku bisa datang bekerja kapan pun aku mau, tapi pulang tepat waktu. Aku tidak akan bersih-bersih atau lembur. Jangan berniat menyuruhku melakukan pekerjaanku. Mimpiku adalah dibayar untuk tidak melakukan apa pun.

Gye Jeol : Setuju.

Gak Shin makin kaget, setuju?

Gye Jeol dan Gak Shin mengunjungi pasien.

Kebetulan rumah pasien memiliki peternakan. Mereka berjalan di dalam kandang. Gak Shin gak sengaja menginjak kotoran.

Gak Shin kaget.

Gye Jeol : Itu kotoran.

Gak Shin kesal dan menatap sapi2 yang lagi makan.

Gye Jeol lagi menyuntikkan cairan ke dalam infus.

Sementara Gak Shin menjaga dua bocah. Satu bocah memukul2 kepalanya dengan pedang.

Gye Jeol meminta Gak Shin bersabar sebentar.

Bocah yang satu, malah menangkap kepala Gak Shin dengan jala.

Gak Shin menatap kesal Gye Jeol.

Mereka lanjut ke pasien berikut. Gye Jeol lagi mengukur tensi pria tua.

Gak Shin duduk dengan elegan disamping pria tua itu, tapi kemudian pria tua itu muntah di dekat Gak Shin.

Si Gak Shin merasa mual dan Gye Jeol kaget.

Gak Shin pulang ke rumah dengan tubuh lemas. Ok Shin lagi asik2an nonton TV sama Kokdu. Gak Shin bergabung dengan mereka.

Gak Shin : Tuan Kokdu. Aku pulang. Wanita itu aneh. Dia benar-benar psikopat.

Kokdu : Aku tahu. Itu sebabnya aku membuatmu bekerja dengannya.

Gak Shin : Kenapa ada banyak telepon dan banyak pekerjaan?

Kokdu : Dia cukup kompeten. Akan ada banyak pekerjaan mulai sekarang.

Gak Shin : Tuan Kokdu. Jika kau terus melakukan ini, aku akan membuatnya bangkrut. Begitu Dewa Gosip membuka mulutnya, aku bisa dengan mudah membuatnya menutup toko dalam sebulan.

Kokdu : Bagus. Jika kau bisa melakukan itu dan menghilangkannya dari pandanganku, aku akan sangat menghargainya.

Gak Shin : Tuan Kokdu. Meskipun dia bukan Seol Hee, kenapa kau berbuat banyak untuknya?

Kokdu : Aku tidak mau Han Gye Jeol menjadi orang dewasa. Aku sudah menulis titik, tapi aku tidak suka dia akan berpikir itu koma. Serta yang lebih kubenci adalah itu menggangguku.

Gye Jeol baru siap memasak. Dia memotret semua masakannya dan mengirimnya ke Kokdu.

Gye Jeol : Nikmati makan malammu.

Namun Gye Jeol kecewa karena Kokdu tidak membalas pesannya.

Gye Jeol : Apa dia hanya membaca pesanku? Aku ingin bersenang-senang, bukan bertengkar.

Tapi kemudian Gye Jeol bertanya2, apa itu tarik ulur.

Gye Jeol : Namun, aku payah dalam hal itu.

Gye Jeol lalu bertanya2, kenapa Chul belum juga pulang.

Chul lagi rapat dengan tim nya, membahas pembunuhan Kwang Mo. Di layar, diperlihatkan foto2 jasad Kwang Mo. Detektif Kim penasaran, orang gila macam apa yang membunuh orang seperti itu.

Kepala Polisi ingin tahu berapa lama Kwang Mo di kulkas sampai terlihat seperti itu?

Chul : Belum kurang dari 10 menit sejak aku melihat Choi Kwang Mo.

Detektif Kim : Apa kata tim forensik? Apa itu nitrogen cair?

Chul : Mereka bilang butuh setangki untuk kondisi itu. Namun, tidak ada tanda-tanda itu dibawa ke rumah sakit. Juga tidak ada petunjuk lain untuk mengidentifikasi metode atau alat pembunuhan.

Kepala Polisi : Bagaimana dengan mobil itu? Kau menemukan sesuatu di dalamnya?

Chul : Kamera dasbornya rusak. Begitu juga kamera pengawas di sepanjang jalan rute sopir itu. Menurut catatan, Grup Bulhwa pemilik mobil itu. Namun, mereka bilang itu dicuri.

Chul dan Detektif Kim meninggalkan ruang rapat.

Detektif Kim : Terperangkap dalam kasus rumit, kau bahkan ditugaskan ke perdesaan dari Seoul ini. Aku kasihan kepadamu.

Chul : Aku agak senang. Aku benci kalah. Si berengsek itu. Aku akan menangkapnya sendiri.

Kokdu lagi menghirup udara bebas di tepi pantai.

Kokdu senang, astaga. Akhirnya, kedamaian setelah sekian lama. Ya. Aku harus beristirahat sesekali.

Tapi ponselnya berdering, dari Gye Jeol. Kokdu tidak menjawabnya.

Tanpa dia sadari, Gye Jeol ada di belakangnya. Gye Jeol baru saja tiba dengan vespanya. Dia beranjak ke arah Kokdu sambil berusaha melepas helmnya.

Gye Jeol : Jawab teleponku.

Kokdu : Apa? Aku mendengar sesuatu, tapi terlalu jelas.

Kokdu pun menjawab telepon Gye Jeol.

Kokdu : Ada apa dengan tanganku? Dasar kau… Jangan dijawab. Tidak.

Gye Jeol : Apa yang kau lakukan di sini?

Kokdu berbalik dan terkejut melihat Gye Jeol tahu2 sudah datang.

Gye Jeol mendekati Kokdu.

Kokdu : Apa kau capung? Kau tidak bersuara.

Gye Jeol melepas helmnya. Kokdu yang melihat jepit rambut Gye Jeol, seketika mendapat secuil ingatannya. Dia ingat seorang wanita yang memakai jepitan yang sama dengan Gye Jeol. Namun dia tidak bisa melihat dengan jelas wajah wanita itu.

Kokdu : Ingatan apa itu?

Gye Jeol : Ada apa? Apa aku tampak aneh dengan riasan?

Kokdu : Omong-omong, apa kita pernah bertemu di kehidupan sebelumnya?

Gye Jeol kesal Kokdu nanyain itu lagi.

Gye Jeol : Ya, sekitar tiga hari lalu. Diabaikan selama dua hari membuat tiga hari lalu menjadi masa lalu. Apa yang kau lakukan? Kau pasti sangat sibuk sampai hanya membaca pesanku.

Kokdu : Bagaimana denganmu? Kenapa kau di sini? Kenapa kau tidak bekerja sekarang?

Gye Jeol : Aku sedang menuju kantor polisi. Korban kecelakaan itu muncul. Ikut aku.

Kokdu : Kenapa?

Gye Jeol : Kau bersamaku saat itu. Naiklah.

Kokdu : Aku benci dunia ini. Hanya Han Gye Jeol yang menang.

Kokdu nurut.

Dia sewot, apa? Hei, kakiku! Pelan-pelan. Astaga, ada apa dengan kakiku?

Kokdu naik ke vespa Gye Jeol.

Kokdu dan Gye Jeol tiba di kantor polisi. Gye Jeol kaget melihat korban yang dia tabrak malam itu. Korbannya Yi Deun. Gye Jeol tak percaya Yi Deun korbannya. Detektif Kim yang menangani kasus Gye Jeol berkata, lokasi dan keadaan kecelakaan itu konsisten.

Detektif Kim : Kerusakannya kecil, jadi, mari kita akhiri dengan laporan singkat.

Gye Jeol : Aku jelas melihat wajah korban. Aku tidak akan bingung membedakan dia dengan pria ini.

Detektif Kim : “Pria ini?”

Gye Jeol pun meraba-raba lengan Yi Deun. Detektif Kim terkejut. Yi Deun kelihatan bingung.

Gye Jeol : Pak, apa itu sakit? Atau tidak?

Yi Deun : Tidak. Aku baik-baik saja.

Gye Jeol : Kap mobilku penyok parah. Jadi, bagaimana kau bisa baik-baik saja tanpa memar sedikit pun? Kenapa kau berbohong? Untuk uang asuransi?

Yi Deun : Aku tidak akan membutuhkannya. Aku sama sekali tidak terluka.

Detektif Kim : “Uang asuransi?” Kenapa Pak Jung mengincar uang receh?

Kokdu : Siapa dia?

Detektif Kim : “Dia?” Kau tidak menonton berita? Dia putra Yeongpo. Park Bo Gum dari dunia golf. Pak Jung Yi Deun. Kau tidak mengenalnya?

Detektif Kim menunjuk poster Yi Deun di dinding.

Detektif Kim : Itu dia.

Gye Jeol dan Kokdu melihat ke arah dinding yang ditempeli poster. Kokdu melihat poster Yi Deun tapi Gye Jeol melihat poster seorang pria disamping poster Yi Deun.

Gye Jeol : Ya, aku yakin.

Gye Jeol ingat wajah pria yang dia tabrak.

Gye Jeol terus berjalan ke arah poster.

Detektif Kim mengira Gye Jeol lagi tercengang karena poster Yi Deun.

Tapi Gye Jeol menunjuk poster pria yang dia tabrak.

Gye Jeol : Pria ini.

Detektif Kim kesal, menghina Pak Jung tidak cukup, kau membahas orang mati sekarang?

Gye Jeol : “Orang mati?”

Yi Deun : Pak Park Chung Sung meninggal dua bulan lalu saat menyelamatkan anak-anak yang kesulitan saat jembatan runtuh karena tanah longsor.

Gye Jeol : Dia meninggal?

Gye Jeol berjalan keluar dari divisi kejahatan bersama Kokdu sambil menatap poster Chung Sung yang dia ambil. Yi Deun mengejar Gye Jeol. Dia menghentikan Gye Jeol dengan memegang tangan Gye Jeol.

Gye Jeol : Ada apa?

Yi Deun : Lama tidak bertemu, Gye Jeol.

Gye Jeol : “Gye Jeol”? Ya, sudah lama. Namun, sayang sekali. Aku berharap kita tidak akan bertemu lagi.

Yi Deun : Bagaimana kabarmu? Aku ingin menghubungimu, tapi…

Kokdu yang kesal, menyingkirkan tangan Yi Deun dari tangan Gye Jeol.

Yi Deun heran menatap Kokdu.

Kokdu : Kenapa kau mau menghubunginya? Kau pikir kau siapa?

Yi Deun : Siapa kau?

Kokdu merangkul Gye Jeol dan berkata dia gebetannya Gye Jeol.

Kokdu dan Gye Jeol beranjak dari kantor polisi. Yi Deun mengejar mereka dari belakang.

Gye Jeol : Dia sudah pergi?

Kokdu : Kenapa kau tidak bisa memeriksanya sendiri? Apa hubungan kalian berdua? Perasaan apa yang tersisa sampai kau tidak bisa melihat ke belakang? Apa itu takdir?
Gye Jeol : Takdir apanya? Pakaian kami hanya saling bersentuhan sesekali.

Kokdu : Kau tahu harus sedekat apa agar itu terjadi? Itu memang takdir.

Gye Jeol : Tidak.

Kokdu : Terserah.

Kokdu menuju vespa. Gye Jeol menghentikan Kokdu.

Gye Jeol : Kokdu. Kau cemburu sekarang?

Kokdu : Tidak. Aku khawatir.

Gye Jeol : Apa?

Kokdu : Apa itu Jung Yi Deun? Dia tampak tidak asing. Aku semacam bisa mengingatnya, tapi tidak bisa.

Ternyata, Yi Deun ada di masa lalu Kokdu.

Yi Deun tampak akrab dengan Kokdu dan Seol Hee.

Kokdu : Meskipun aku tidak bisa, dia memberiku aura buruk. Pria seperti dia yang membawa bencana.

Gye Jeol : Kau benar. Tidak ada yang berjalan lancar sejak aku bertemu dengannya.

Kokdu : Wajahnya yang pucat dan rapuh mengatakan dia pasti orang yang sangat lembut. Dia berusaha melakukan yang terbaik dan itu makin mengacaukan takdirnya. Lebih baik tidak terlibat dengannya sejak awal.

Gye Jeol : Namun, aku sudah terlibat lagi. Aku harus menemuinya dua kali atau lebih karena kecelakaan itu. Menyebalkan sekali.

Kokdu : Kau yakin dia bukan korbannya?

Gye Jeol : Tentu saja.

Gye Jeol nunjukin foto Pak Park.

Gye Jeol : Lihat dia baik-baik. Kau sungguh belum pernah melihatnya?

Kokdu pulang ke rumah sambil menatap poster Pak Park.

Kokdu : Astaga. Aku sungguh tidak mau repot-repot dengan ini.

Kokdu berpikir sejenak, lupakan saja.

Dia meremuk kertas itu dan membuangnya, lalu pergi mengambil apel. Tapi kemudian dia memungut kertas itu lagi.

Kokdu : Sial. Dia merepotkan, sangat merepotkan.

Gak Shin datang, apa yang kau lakukan?

Kokdu nyari alasan kalau dia lagi membersihkan dan memeriksa kebersihannya.

Kokdu : Apa kalian berdua membersihkan tempat ini? Lihatlah. Seluruh tempat ini berdebu. Yang benar saja.

Gak Shin : Aku kebanjiran perintahmu, Tuan Kokdu.

Kokdu : Ok Shin, ya Ok Shin. Aku membicarakan dia. Bukankah dia bermalas-malasan di rumah seharian?

Gak Shin : Dia juga sibuk. Perusahaan saingannya menciptakan sesuatu. Dia tampak sangat pucat.

Kokdu : Begitukah?

Direktur Kim menggelar konferensi pers uji klinis tahap tiga Pilseong Bio.

Direktur Kim : Tujuh persen populasi dunia menderita artritis degeneratif. Itu 500 juta orang. Di Korea saja dua juta orang. Di Amerika, lebih dari 20 juta orang menderita kondisi ini. Namun, tidak ada yang bisa menciptakan teknologi untuk memperbaiki kerusakan ligamen. Obat baru Pilseong Bio, Axis, bertujuan mencapai hal yang tampak mustahil sejauh ini.

Kamera menyorot Ok Shin yang juga mengikuti konferensi pers itu.

Dia tampak kesal.

Direktur Kim : Axis menggunakan faktor pertumbuhan seperti insulin untuk memperbaiki ligamen yang rusak dan itu berhasil 95 persen. Jika fase ketiga uji klinis berhasil, itu akan mendominasi pasar terapeutik artritis degeneratif, yang menghasilkan tujuh miliar dolar setiap tahun. Lantas, kekayaan bersih perusahaan akan mencapai 100 miliar dolar.

Ok Shin tercengang melihatnya.

Direktur Kim membaca kartu nama Direktur MBS, Hwang Ho Bong. Lalu dia menatap kesal Direktur Hwang yang duduk di depannya. Direktur Kim terpaksa menjamu Direktur Hwang.

Direktur Hwang : Terima kasih. Aku pasti akan menikmati makanan ini.

Direktur Kim : Kuharap kau layak mendapatkan makanan ini. Daftar pasien rahasia Pusat Medis Pilseong. Setiap rumah sakit menyimpan daftar pasien VIP-nya.

Direktur Hwang : Maksudku bukan daftar semacam itu. Nama Jang Mi Soon ada di daftar itu. Aku yakin itu daftar kasus malapraktik medis mereka.

Direktur Kim tegang mendengar itu.

Direktur Hwang menunjukkan sebuah amplop kepada Direktur Kim.

Direktur Hwang : Daftar ini. Haruskah aku mengumumkan ini?

Direktur Kim : Jadi, siapa informannya?

Direktur Hwang : Itu berasal dari Pusat Kesehatan Pilseong. Lebih spesifik lagi, dari Manajer Park Chung Sung.

Direktur Kim : “Park Chung Sung”? Dia sudah mati.

Direktur Hwang : Pernahkah kau berpikir dia mungkin bersembunyi di suatu tempat, berpura-pura mati?

Kini, di ruangannya, Direktur Kim membaca daftar kasus malpraktik mereka.

Ada nama Hwang Suk Sik, Nam Se Ri, Park Nam Soo.”

Direktur Kim lantas membuka brankasnya. Ada beberapa ponsel disana dan Direktur Kim mengambil salah satunya. Dia menghubungi Joong Sik. Dia menyuruh Joong Sik mencari seseorang.

Joong Sik pun ke SD Manhyun. Dia mendekati bocah laki2 yang duduk seorang diri dengan wajah lesu.

Joong Sik : Ji Min?

Ji Min menoleh.

Joong Sik : Nama ayahmu Park Chung Sung. Benar, bukan?

Ji Min : Ayahku sudah meninggal.

Joong Sik : Aku tahu. Begini… Ayahmu banyak membantuku di masa lalu, itulah alasannya aku ingin memberimu hadiah. Ayo ke mobilku.

Kokdu mengajak Gye Jeol mencari Pak Park.

Gye Jeol : Kau berhasil melacak Park Chung Sung? Sungguh?

Kokdu : Benar. Ini kali terakhir aku mengampunimu atas nama ibumu. Namun, kau harus memutuskan hubungan dengan penipu itu. Kau mengerti?

Gye Jeol : Ya, tentu!

Gak Shin lagi makan. Gye Jeol yang mau pergi sama Kokdu, menyuruh Gak Shin istirahat selama dia pergi. Gak Shin kesal setengah mati menatap Gye Jeol.

Gye Jeol dan Kokdu ke rumah Pak Park. Gye Jeol memeriksa Pak Park yang sudah terkapar di kasur.

Gye Jeol : Di mana kau merasa paling sakit?

Pak Park : Kakiku.

Gye Jeol melihat kaki Park Park terluka. Dia memegangnya dan Pak Park langsung teriak kesakitan.

Gye Jeol : Fraktur femoral. Kokdu-ssi, ambil bantal dan kemarilah.

Kokdu sebal, kau senang memerintahku.

Kokdu memberikan bantal ke Gye Jeol.

Gye Jeol : Baiklah. Sekarang, kau akan menjadi belat traksi manusia.

Kokdu : Tidak. Aku tidak mau menjadi manusia atau belat traksi. Tidak mungkin.

Gye Jeol : Duduklah.

Kokdu : Kubilang tidak!

Tapi Kokdu nurut. Padahal hatinya gak mau.

Gye Jeol : Baiklah. Pegang kakinya perlahan dengan kedua tangan.

Kokdu : Aku? Kakinya? Tidak mungkin.

Tapi tangan Kokdu mulai memegang kaki Pak Park.

Kokdu kesal, tanganku bahkan tidak ragu sedetik pun.

Gye Jeol menaruh bantal dibawah paha Pak Park yang patah.

Gye Jeol memerintah Kokdu lagi, sekarang, luruskan kakimu dan letakkan kakimu di sini.

Kokdu : Kakiku yang berharga? Apa katamu? Aku yakin dia juga tidak menginginkan itu.

Gye Jeol : Cepat!

Kokdu gak bisa nolak dan mengapit paha Pak Park dengan kedua kakinya.

Kokdu melakukannya sambil mengomel.

Kokdu : Kau akan menyesali ini seumur hidupmu. Aku akan mengambil nyawamu, menyeretmu ke neraka, dan membuatmu menderita selamanya.

Gye Jeol : Sekarang, tarik kakinya perlahan ke arahmu.

Pak Park menjerit dan pingsan.

Kokdu : Apa yang baru saja terjadi?

Gye Jeol memeriksa Pak Park. Pak Park masih bernapas.

Gye Jeol : Itu meredakan rasa sakitnya, jadi, tiba-tiba dia santai dan pingsan.

Gye Jeol melarang Kokdu bergerak sampai parademis tiba.

Kokdu ngomel, anggota tubuhku… Tubuhku bukan milikku. Bagaimana manusia selalu mendengarkan orang lain? harus mematuhi orang lain?

Tak lama, Yi Deun datang membawa traksi.

Gye Jeol kesal menatap Yi Deun, teganya kau menipuku dengan memanfaatkan nyawa seseorang. Kau tidak pernah sekacau ini.

Gye Jeol mengambil traksi dari tangan Yi Deun dan membalut paha Pak Park dengan itu.

Yi Deun coba menjelaskan kalau bukan itu yang terjadi.

Gye Jeol tidak mendengar dan mengizinkan Kokdu menurunkan kaki.

Kokdu : Bagaimana dengan tanganku?

Gye Jeol : Lepaskan kakinya dan berdiri.

Kokdu meringis dan menempel ke pintu.

Yi Deun ingin menjelaskan semuanya ke Gye Jeol tapi Gye Jeol gak mau dengar.

Gye Jeol : Aku menelepon 911, jadi, bawa dia ke RS dan bicaralah dengan polisi.

Yi Deun : Dia tidak boleh ke rumah sakit.

Gye Jeol : Apa?

Kokdu : Tentu dia menerima hadiah seperti telah melakukan hal yang benar.

Yi Deun : Tidak, bukan begitu.

Gye Jeol : Fraktur femoral berbeda dari patah lengan. Dia harus dioperasi. Jika arteri atau vena femoralisnya juga rusak, dia mungkin tidak bisa berjalan lagi.

Yi Deun : Aku menemukan rumah sakit yang merawat tunawisma dan orang-orang tanpa keluarga. Akan kujelaskan semuanya setelah semuanya berakhir. Tidak bisakah kau memercayaiku dan membantuku sekali ini saja?

Kokdu : Apa? Sudah kubilang jangan terlibat dalam apa pun yang dia lakukan. Biarkan hukum mengurusnya. Jangan biarkan dia menipumu.

Yi Deun terus berusaha meyakinkan Gye Jeol.

Yi Deun : Dia bilang dia terlibat dalam hal berbahaya. Dia bilang itu bisa membahayakan nyawanya. Itu sebabnya dia bersembunyi.

Gye Jeol kaget, dia bisa mati?

Paramedis datang.

Gye Jeol dan Kokdu keluar. Paramedis tanya, dimana pasiennya.

Gye Jeol mengangkat tangan Kokdu.

Kokdu kesal, belat traksi manusia, dan sekarang pasien juga? Aku banyak hal.

Sekarang, Kokdu terbaring di ambulance. Dia didampingi Gye Jeol.

Kokdu menatap kesal Gye Jeol. Gye Jeol memohon dengan membuat isyarat satu di tangannya. Kokdu terpaksa mengalah.

Yi Deun menunggu di depan ruang operasi. Dia mengirimi Gye Jeol pesan.

Yi Deun : Aku membawanya ke sini dengan selamat. Dia sedang dioperasi. Terima kasih.

Gye Jeol dan Kokdu duduk di ranjang RS. Gye Jeol membaca pesan Yi Deun.

Gye Jeol : Sekali lagi, akhirnya aku membantu Yi Deun. Kurasa pasti ada alasan dia melakukan semua ini.

Kokdu marah, ya, bagus. Selalu ada alasan saat seseorang mendapat masalah.

Gye Jeol : Kau kecewa kepadaku?

Kokdu : Tidak. Aku kecewa pada diriku sendiri. Tuan Dewa seperti memperingatkanku akan bencana yang akan datang, tapi aku bahkan tidak mendengarkannya. Tentu saja tidak. Itu pasti membuatku kesal. “Ini takdirku. Apa yang kau tahu?” “Urus urusanmu sendiri.” Namun, melihat ngengat harimau terbang ke dalam kobaran api, kini aku mengerti bagaimana perasaan Tuan Dewa. Dia pasti sangat frustrasi.

Gye Jeol : Maafkan aku.

Kokdu : Tidak, maafkan aku. Aku tidak murah hati seperti Tuan Dewa. Kau akan terbakar dan mati, tapi aku tidak akan memasukkan tanganku ke api untuk menarikmu.

Gye Jeol : Apa kau akan membakar tanganmu untuk menyelamatkan seseorang? Kau mau melakukannya demi Seol Hee? Apa istimewanya dia?

Kokdu : Aku membutuhkannya.

Gye Jeol : Sudah kubilang. Saat kau membutuhkan seseorang, apa itu membuat orang itu istimewa? Kalau begitu, meja itu juga istimewa. Jarum suntik dan meja ini juga.

Kokdu : Apa ada yang pernah membutuhkanmu sebesar kita membutuhkan meja itu, alat suntik itu, dan ranjang ini?

Gye Jeol : Ya, tentu saja! Aku sudah menyelamatkan banyak nyawa.

Kokdu : Baguslah. Cari orang-orang itu dan beri tahu mereka kau istimewa.

Kokdu mau pergi tapi dicegah Gye Jeol.

Gye Jeol : Kau tidak bisa pergi sekarang. Dokter akan segera datang.

Kokdu melihat hampir jam 21.21. Kokdu panic dan langsung lari. Gye Jeol mengejar Kokdu.

Tiba2, Kokdu teriak dan menutupi telinganya. Dia mendengar bisikan, bunuh dia.

Gye Jeol memeriksa Kokdu, kau baik-baik saja? Kau tidak enak badan?

Kokdu : Lepaskan.

Kokdu lari ke lobi sambil menutupi telinganya. Gye Jeol mengejar Kokdu.

Gye Jeol : Ada apa?

Kokdu : Lepaskan. Aku harus pergi.

Gye Jeol : Tunggu, berhenti. Kau tidak bisa pergi dalam kondisi seperti ini.

Kokdu : Suruh aku pergi. Tolong suruh aku pergi sekarang juga!

Gye Jeol : Tidak, kau tidak boleh pergi!

Kokdu yang tidak tahan lagi, akhirnya mencekik Gye Jeol.

Orang2 di lobi, kebingungan menatap mereka.

Perlahan-lahan, Gye Jeol menutupi kedua telinga Kokdu dengan tangannya.

Kokdu tertegun menatap Gye Jeol. Tak lama, Kokdu pun melepaskan cekikannya.

Gye Jeol : Kau mendengar sesuatu? Itukah alasanmu bersikap begini? Kokdu, lihat aku. Jangan dengarkan apa pun atau siapa pun yang ingin menyakitimu. Sekarang, saat ini, dengarkan aku saja.

Kokdu lalu jatuh ke pelukan Gye Jeol. Dia lemas.

Gye Jeol memeluk Kokdu.

Jung Won berjalan di koridor rumah sakit bersama Guk Hwa.

Jung Won : Jin Woo membuat keributan? Aku tidak percaya.

Guk Hwa : Banyak orang melihatnya. Seperti kataku, kurasa Profesor Do ada di Yeongpo sekarang.

Jung Won : Lalu kenapa dia belum meneleponku sekali pun?

Jung Won tiba di depan ruangannya. Guk Hwa mengejarnya.

Guk Hwa : Hei, kau tidak mendengarkan? Dia sudah gila. Dia benar-benar sudah gila dan bertingkah aneh. Kau tidak takut?

Jung Won : Aku harus menemuinya. Agar aku bisa mendapat penyelesaian.

Guk Hwa : Sudah kubilang menyerah saja.

Jung Won mau masuk ruangannya tapi Chul datang.

Chul : Dokter Tae Jung Won? Halo. Aku Han Chul, detektif yang menelepon.

Chul memberikan kartu namanya.

Namun, Chul merasa pernah bertemu Jung Won.

Chul : Omong-omong, apa kita pernah bertemu?

Jung Won nya GR.

Jung Won : Tentu, mungkin. Kurasa dalam mimpimu.

Chul : Apa?

Jung Won : Aku selalu mendengar pria mengatakan itu. Kau harus membuat kalimat rayuan yang lebih baik. Setidaknya berusahalah. Benar, bukan?

Jung Won melirik Guk Hwa. Guk Hwa mengangguk.

Chul : Tidak, aku bukan merayumu. Sumpah, tidak. Aku detektif polisi. Polisi Republik Korea.

Jung Won mengangguk-angguk, baiklah.

Jung Won dan Chul bicara di dalam.

Chul menunjukkan foto infus yang beku.

Chul : Ini ditemukan di TKP kecelakaan Choi Kwang Mo. Rekaman kamera pengawas menunjukkan kau memegangnya selama ini. Kenapa kau membekukan kantong infusnya?

Jung Won : Siapa yang mau membekukan kantong infus?

Chul : Lalu apa yang terjadi?

Jung Won : Aneh sekali. Hari itu, seseorang tiba-tiba melewatiku. Aku tiba-tiba merasa kedinginan, dan ini terjadi.

Chul : Siapa itu?

Jung Won : Entahlah. Lampunya mati.

Chul : Kau melihat orang itu.

Jung Won : Apa?

Chul menunjukkan rekaman pengawas saat Jung Won dan Guk Hwa melihat seseorang di bangsal ketika lampu padam.

Jung Won kaget.

Chul : Siapa itu?

Jung Won : Sudah kubilang. Aku tidak lihat.

Jung Won yang tak mau ditanyai lagi, bilang ke Chul kalau dia harus memeriksa pasien.

Chul menyusul Jung Won ke pintu.

Chul : Kau mengenalnya?

Jung Won : Tidak.

Chul : Kau punya pacar?

Jung Won : Lihat wajahku. Bukankah aneh jika aku lajang?

Chul : Kalau begitu, apa itu pacarmu? Orang yang kau lihat.

Jung Won : Sudah kubilang aku tidak bisa melihatnya.

Jung Won membuka pintu. Guk Hwa yang menguping, hampir saja jatuh. Jung Won keluar.

Guk Hwa masuk. Bersamaan dengan itu, Chul keluar. Guk Hwan menabrak Chul dengan keras, sampai Chul jatuh dan mimisan. Melihat hidung Chul berdarah, Guk Hwa panic dan bergegas mencari obat di meja Jung Won. Jung Won terdiam melihat Chul terluka. Chul menatap Jung Won. Kejadian itu bikin dia ingat dimana pernah bertemu Jung Won.

Bersambung ke part 2…

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like