Tentangsinopsis.com – Sinopsis Trolley Episode 11 part 2, Cara pintas untuk menemukan spoilers lengkapnya ada di tulisan yang ini.Baca juga episode sebelumnya disini
Sidang di Majelis Nasional berakhir ricuh. Kubu Anggota Dewan Kang tak setuju dengan RUU yang diajukan kubu Joong Do. Ketua Ahn menegur mereka. Soo Min membela diri. Dia bilang, dia menginterupsi karena tak habis fikir.
Anggota Dewan Kang : Tidak habis fikir, apanya? Soo Min, kau diam saja.
Soo Min : Anda bicara tak sopan?
Ketum Woo yang sedari tadi diam menahan kesal, akhirnya bicara.
Ketum Woo : Pak Kang Soon Hong, tolong minta maaf kepadanya.
Anggota Dewan Kang minta maaf, tapi gak ikhlas.
Kubu Joong Do kesal luar biasa.
Anggota Dewan Kang, Pak Ketua, kami tak setuju.
Ketum Wo : Pak Kang Soon Hong, silakan berdiskusi dan tanya kepada kami bila anda meragukan RUU yang kami ajukan. Jangan cari-cari kesalahan orang lain dengan RUU yang kami ajukan.
Anggota Dewan Kang : “Cari-cari kesalahan”? Yang benar saja. Bila tak bisa meyakinkan kami, seharusnya kalian mengakuinya. Ada-ada saja. Malah menyebutnya “cari-cari kesalahan”. Ya ampun, lebih baik kita bicara dengan anjing.
Joong Do : Pak Kang yang Terhormat. Ini Majelis Nasional. Mestinya anda mampu membedakan tata krama mengobrol di luar sambil minum-minum dengan tata krama rapat di Majelis Nasional. Mohon minta maaf atas pernyataan anda tadi.
Anggota Dewan Kang yang tahu kartu As nya dipegang Joong Do, terpaksa minta maaf.
Soo Bin ke bank. Dia ingin mencetak ulang kartu ATM nya.
Setelah itu, dia pergi ke ATM. Dan dia terkejut melihat saldo nya ada 1,3 juta won.
Soo Bin pun ingat saat dia minta uang dua juta won ke Yeo Jin.
Soo Bin merasa aneh karena sebelumnya dia udah TF ke JD sebanyak 1 juta won.
Soo Bin pun memeriksa mutasi rekeningnya.
Melihat saldo nya, Soo Bin ingat saat JD memeras Hyung Tae.
Soo Bin dan JD kemudian bersenang2 di kelab dengan teman-teman mereka setelah dapat transferan dari Hyung Tae. JD lantas meminjam kartu ATM Soo Bin. Dia bilang, dia mau ambil uang dari Hyung Tae tadi.
Flashback end…
Soo Bin : Banyak juga yang dia peras.
Ki Young menjaga Nyonya Lee di RS. Nyonya Lee belum siuman. Lehernya diberi collar.
Ki Young lalu melihat ponselnya. Ada panggilan tak terjawab dari Joong Do. Ki Young pun resah.
Tak lama, Seung Hee datang. Seung Hee cemas.
Seung Hee : Ibu! Ibu baik-baik saja? Ibu sudah dipindai CT? Memar otak itu cedera parah, ‘kan? Apa kata dokter? Harus dioperasi?
Ki Young : Tidak. Untungnya tak parah. Cukup beristirahat penuh di sini beberapa hari. Dia akan segera siuman. Kau tak perlu cemas.
Seung Hee : Syukurlah. Aku tak mengerti. Ibu tak pandai menyetir. Buat apa ke Seoul sendiri? Aku tak sanggup hidup jika terjadi sesuatu pada Ibu juga. Ayah dan Seung Ho sudah tiada. Aku hanya punya Ibu.
Ki Young memeluk Seung Hee.
Ki Young : Jangan menangis. Ibu Mertua pasti tak apa. Jangan menangis.
Ki Young lalu menatap ke arah Nyonya Lee.
Rapat komisi akhirnya selesai.
Ketua Ahn : Dengan demikian, seluruh agenda hari ini sudah selesai dirapatkan.
Anggota Dewan Kang menatap kesal Joong Do, lalu dia berdiri dan menghubungi seseorang.
Hyung Tae mendekat, Pak, mobil sudah siap di lantai satu.
Joong Do dan rekannya melintas disamping Anggota Dewan Kang.
Anggota Dewan Kang mencuri dengar obrolan mereka.
Soo Min : Mau mengudap atau makan bersama sekitar pekan ini atau pekan depan?
Joong Do : Boleh.
Soo Min : Omong-omong, soal amendemen hukum pidana yang kau usulkan itu. Aku pun memang tercantum sebagai pengusul, tetapi kurasa akan sulit disetujui di rapat komisi. Kau punya rencana, ‘kan?
Joong Do : Ya, sedang kusiapkan.
Soo Min : Berarti akan kau ajukan di rapat berikutnya?
Joong Do : Mungkin.
Mereka pun pergi.
Mendengar itu, Anggota Dewan Kang menyuruh Hyung Tae nyari tahu amandemen apa yang mau diusulkan Joong Do.
Joong Do kembali ke ruangannya bersama Woo Jae.
Woo Jae : Aku heran dengan sikap Pak Kang Soon Hong.
Joong Do : Ada apa?
Woo Jae : Alangkah baiknya bila tadi kau menahan diri kalau ingin mengusulkan amendemen di rapat berikutnya.
Joong Do : Mungkin baiknya begitu. Setidaknya aku sudah berusaha dengan bicara baik-baik.
Joong Do lalu meraih ponselnya.
Joong Do : Omong-omong, melihat Pak Choi yang belum menghubungi juga…
Tepat saat itu, Ki Young menghubunginya.
Joong Do : Kebetulan sekali.
Joong Do menjawab. Tak lupa, dia meloudspeaker agar Woo Jae juga bisa dengar.
Ki Young sendiri di lobi rumah sakit.
Ki Young : Maaf baru sempat menghubungimu, padahal kita janji bertemu hari ini. Ada urusan mendadak.
Joong Do : Aku sudah dengar kau dan ibu mertuamu menemui istriku tadi siang.
Ki Young menghela nafas, benar. Makanya aku menghubungimu. Kurasa masalah memberikan bukti mengenai investasi spekulatif itu perlu kupertimbangkan lagi.
Joong Do dan Woo Jae saling bertatapan mendengar itu.
Joong Do : Boleh aku bertanya mengapa kau berubah pikiran?
Ki Young : Ibu mertuaku mengalami lakalantas tepat setelah bertemu Hye Joo. Tolong jangan beri tahu Hye Joo… Maksudku, istrimu, soal kabar ini. Dia pasti amat terkejut akibat kejadian hari ini.
Joong Do : Baiklah. Semoga ibu mertuamu lekas pulih. Nanti kuhubungi lagi.
Pembicaraan selesai.
Joong Do : Dia tak akan memberikannya.
Woo Jae : Tunggu sebentar.
Woo Jae menghubungi seseorang.
Woo Jae : Halo, Bu Gil Na Hee. Maaf menelepon malam-malam. Apa kabar? Aku ingin minta bantuan. Ada wartawan juniormu yang ditugaskan di Polsek Sinyang, ‘kan? Mungkin ada lakalantas di sekitar Jicheong-dong, Sinyang-gu. Aku ingin tanya korban dirawat di mana.
Seung Hee terus menjaga ibunya. Tak lama kemudian, Ki Young masuk.
Seung Hee : Kau menghubungi Bu Kim?
Ki Young : Ya. Katanya aku tak perlu cemas soal pekerjaan dan menyuruhku merawat Ibu Mertua.
Seung Hee : Baiklah. Syukurlah kau bisa segera tiba di sini. Kau segera kemari dari kantor pusat begitu dapat kabar, ya? Terima kasih.
Mendengar itu, Ki Young tampaknya merasa bersalah.
Joong Do memberitahu Hye Joo bahwa Ki Young batal memberi bukti.
Hye Joo : Lalu bagaimana? Ibu Seung Hee kini tahu siapa aku.
Joong Do : Kita wawancara di TV.
Hye Joo : TV?
Joong Do : Kita ungkap tragedimu itu di TV.
Hye Joo : Itu mustahil. Aku tak sanggup masuk TV.
Joong Do : Kita tak punya waktu, dan tidak ada media seefektif TV untuk mengungkap tragedimu. Namun, akan kurang meyakinkan bila tragedi itu kuungkap tanpa adanya dirimu yang terlibat. Aku tetap pihak ketiga walau aku suamimu. Kita tak punya bukti bahwa kau tak berbohong karena penyelidikan berhenti. Karena itu, mereka yang terlibat harus muncul supaya orang percaya.
Hye Joo tak yakin.
Joong Do berusaha meyakinkan Hye Joo. Dia bilang dia akan mendampingi Hye Joo, jadi Hye Joo tak perlu takut.
Hye Joo minta maaf. Dia bilang dia tak sanggup kalau sampai sejauh itu.
Joong Do : Yeobo.
Hye Joo : Aku tak sanggup! Aku terlalu takut. Aku sudah takut akan dampaknya setelah diungkap kelak. Lantas aku harus muncul di TV untuk mengungkapnya sendiri? Sayang, aku sungguh tak sanggup melakukannya. Apa tak bisa kau sebarkan pernyataan resmi saja?
Joong Do : Aku sudah bilang kalau kita perlu memperlihatkan ketulusan karena tidak adanya bukti, dan untuk itu, kau harus menampakkan wajahmu.
Hye Joo : Kau tidak memberitahuku lagi usai memutuskan segalanya sendiri, ‘kan?
Joong Do terdiam menatap Hye Joo.
Hye Joo marah, kau sudah memutuskan sendiri lagi? Kau tak membahas soal wawancara TV kemarin!
Joong Do : Itu karena situasinya mendadak berubah. Aku tak bohong.
Yoon Seo datang, jangan bertengkar. Mengapa kalian sering bertengkar akhir-akhir ini?
Mereka terdiam.
Joong Do : Yoon Seo-ya, kami tak bertengkar.
Joong Do menatap Hye Joo, yeobo.
Mereka memberitahu Yoon Seo apa yang terjadi.
Yoon Seo menyuruh ibunya tampil di TV.
Yoon Seo : Ibu tak bersalah dalam tragedi itu, ‘kan? Jadi, ikuti wawancara itu dan ungkap segalanya dengan berani. Maka, ayah akan membuat RUU itu disetujui. Benar, ‘kan? Ayah pasti mengesahkannya.
Kata Ibu, meski RUU itu disahkan, hukumnya tak berlaku bagi kasus Ibu, ‘kan? Meski begitu, Ibu tetap bisa membantu agar kelak tidak ada korban seperti Ibu lagi berkat keberanian Ibu muncul di TV dan perjuangan ayah di Majelis Nasional untuk mengubah aturan hukum. Aku mengerti kecemasan Ibu. Namun itu satu-satunya jalan untuk meraih yang lebih besar.
Hye Joo pun diam menatap Yoon Seo.
Yoon Seo : Ibu, selain punya ayah, ibu juga punya aku. Jadi, kuatkanlah diri ibu. Aku sayang ibu.
Hye Joo pun memeluk Yoon Seo.
Mereka bertiga berkaca-kaca.
Yeo Jin di depan kamar mereka.
Dia terdiam mendengarnya.
Soo Bin melihat pemberian Hye Joo. Isinya, kaus putih dan juga beberapa perlengkapan.
Soo Bin lalu memikirkan kata2 JD.
JD : Katanya dia tak ingin kau ke rumahnya untuk mengambil itu. Berarti dia enggan berurusan denganmu lagi.
Lalu dia mendengar percakapan ibu dan anak di sampingnya.
“Ibu. Mengapa kini ibu sering bersikap baik ke kakak ipar? Padahal biasanya menjelekkannya. Aku jadi cemburu.”
“Kau kira ibu bersikap baik karena sayang? Tentu karena dia mengandung cucu ibu. Jangan sampai dia keguguran lagi seperti waktu itu. Ibu ingin menimang cucu.”
Mendengar itu, Soo Bin kesal. Dia pun melemparkan pemberian Hye Joo ke dalam loker.
Dia salah paham, mengira Hye Joo cuma pura2 baik kepadanya.
Sambil berbaring di lantai sauna, Soo Bin melihat2 iklan rumah sewa.
Lalu dia melihat2 iklan lowongan kerja. Soo Bin kemudian menghela nafas, lalu dia menaruh ponselnya dan mulai tidur.
Seorang pria tak jauh di sebelahnya, menatapnya dengan tatapan mesum.
Woo Jae mendatangi Ki Young di RS.
Ki Young : Ada perlu apa kemari?
Woo Jae : Ibu mertuamu baik-baik saja?
Ki Young : Ya.
Woo Jae : Syukurlah. Aku sempat cemas karena dia belum siuman. Jadi, begini… Kini Ibu Lee Yoo Shin tahu bahwa kau hendak memberikan bukti kepada kami, tetapi melihat situasi masih senyap, aku berasumsi dia belum siuman. Aku tak akan bicara panjang lebar. Kau mau mempertimbangkan lagi soal penyerahan bukti investasi itu? Apa itu karena kau takut istrimu trauma berat setelah melihat ibunya terluka? Kalau begitu, andai kami yang memberi tahu Ibu Jin mengenai masalah ini kau pasti akan kelabakan.
Ki Young terkejut mendengar itu.
Woo Jae : Aku tunggu kabar darimu. Namun, aku tak bisa memberi banyak waktu karena aku tak sabaran.
Woo Jae lantas pergi.
Ki Young terdiam.
Pas mau naik mobil, Woo Jae mendengar obrolan para pelayat.
“Mengapa orang semuda itu terjun ke Sungai Han sehabis minum-minum?”
“Benar. Aku tak menyangka kita harus melayat pemakaman anak kerabat di usia ini.”
“Bibi pasti sedih sekali.”
Mendengar itu, Woo Jae terdiam.
Kembali ke Soo Bin yang mau dilecehkan pria tua tadi. Soo Bin terbangun. Dia terkejut saat merasakan pinggangnya diraba2.
Seorang wanita melabrak pria itu, mau apa kau? Kau sedang apa?
Semua orang bangun.
“Apa maksudmu?”
“Aku lihat semuanya. Nona, dia melecehkanmu, ‘kan?”
“Siapa yang begitu?”
Wanita itu mendekati Soo Bin, kau tak apa? Pria ini menyentuhmu tanpa persetujuan. Benar, ‘kan?
Kata2 wanita itu mengingatkan Soo Bin pada Hye Joo.
Flashback…
Hye Joo : Mungkinkah Ji Hoon memaksamu melakukannya tanpa persetujuanmu?
Flashback end…
Soo Bin lantas bilang pada wanita itu kalau itu urusannya.
Lalu dia melempari pria mesum itu dengan ponselnya.
Soo Bin : Hei! Jika sentuh aku lagi akan kubunuh kau.
Joong Do masih terjaga. Begitu pula Hye Joo yang membelakangi Joong Do.
Hye Joo : Beri aku waktu untuk mempertimbangkan wawancara TV itu.
Joong Do : Ya, baiklah.
Hye Joo : Namun, harap maklum meski aku menolaknya.
Joong Do : Baik. Namun, Sayang, aku tak bohong soal tadi. Aku serius tak memutuskan lebih dahulu soal wawancara TV itu.
Hye Joo : Baiklah. Akan kucoba memercayaimu.
Joong Do pun menatap Hye Joo.
Soo Bin menyewa kamar. Dia membuang isi paper bag Hye Joo ke tempat sampah.
Setelah itu, dia menghapus semua foto2nya dengan Ji Hoon di ponselnya.
Woo Jae lagi menyetir.
Lalu dia mendengarkan di radio, tentang Ketum Woo dan Joong Do yang sudah hadir di stasiun.
Woo Jae pun mengeraskan volume radio, demi mendengar wawancara itu.
Penyiar radio mulai mewawancarai mereka.
“Pemilu hanya tersisa enam bulan lagi. Namun, setelah berbagai insiden, termasuk insiden Pak Ko Ji Seopyang keluar dari partai akibat kasus tabrak lari istrinya, banyak yang meragukan apakah internal Partai Daehan sudah mengawasi kadernya dengan baik serta meragukan disiplin partai yang bermasalah menjelang pemilu. Bu Woo, bagaimana pendapat anda?”
Ketum Woo : Partai kami tak pernah berniat untuk melindungi Pak Ko sama sekali. Maka dari itu, dia segera keluar dari partai. Kami memaksanya untuk mundur dari jabatan.
Joong Do : Lalu, bicara soal pengawasan internal, ajudan yang dikabarkan menyewa PSK beberapa hari lalu adalah ajudan anggota parlemen berpengaruh dari fraksi Partai Abdi Negara. Namun, Partai Abdi Negara dan anggota parlemen yang merekrut ajudan tersebut masih menyembunyikannya dan belum memberi teguran.
Penyiar : Baiklah. Kalau begitu, di pemilu kali ini… Saat ini ada pesan dari beberapa pendengar yang masuk secara aktual dan menyebut bahwa anda munafik, Pak Nam. Meski mungkin tak berkenan, bisa tolong anda jawab?
Joong Do : Baik. Sekali lagi saya ingin meminta maaf atas seluruh insiden tak menyenangkan yang terjadi di keluarga saya. Insiden semacam itu tidak akan terulang lagi.
Ketum Woo : Kami dari Partai Daehan berjanji akan terus melakukan pengawasan internal, tak menerima kebohongan dan kemunafikan demi reformasi politik negara kita, serta menyatakan kesiapan kami dalam pemilu nanti.
Wawancara selesai.
Joong Do mengantar Ketum Woo ke mobil.
Setelah Ketum Woo pergi, Joong Do beranjak ke mobilnya.
Tapi dia tiba2 meraih ponselnya.
Hye Joo ada di rumah abu Ji Hoon.
Hye Joo ingat kata2 petugas kolumbarium hari itu, bahwa kali ini Joong Do datang membawa istri.
Ponsel Hye Joo berdering. Telepon dari Joong Do.
Hye Joo pun keluar.
Hye Joo : Ada apa?
Joong Do sendiri sudah di ruangannya.
Joong Do : Sayang. Jangan kaget.
Hye Joo : Mengapa? Ada masalah apa? Apa? Apa katamu?
Joong Do : Ji Hoon melakukan pelecehan seksual. Maka itu, aku akan segera melakukan jumpa pers.
Hye Joo : Sayang, tunggu… Tunggu sebentar. Apa maksudmu? Ji Hoon melakukan apa? Siapa korbannya?
Soo Bin merubah penampilannya.
Dia menuju ke suatu tempat.
Kita lalu diperlihatkan flashback, saat Soo Bin mengaku pada seseorang bahwa dia dilecehkan.
Bersambung…